Random Talk #4: Sejadi-jadinya Rindu

Dua minggu sudah kini aku berada didekapan kota kelahiranku kembali, kota yang sekarang sangat panas tanpa hujan yang turun seperti hari pertama saat aku datang kembali. Kota penuh kasih yang banyak menyuguhkan kisah lucu yang bisa aku tertawakan hingga sakit perut, aku senang bisa kembali tertawa, pasalnya selama di tempat magang tawaku tertahan sebab aku merasa berada jauh dari mereka (rekan kerja) aku tidak mengenal mereka dengan baik maka untuk apa aku ikut tertawa tentang apa yang mereka tertawakan.

Jarak 155.2 KM (kurang lebih) terbentang antara Cimahi dengan Depok. 3 hingga hampir 4 jam mungkin harus ku habiskan waktu untuk menunggu pintu tol baros menyambutku. Dan itu semua menjadi alasan, untuk melewatkan lebaran Ideul Adha tahun ini dengan mamah dan Danis, juga keluarga besarku di Cimahi. Aku sudah merelakannya, tak masalah. Karena dari situ juga aku belajar jadi mereka yang merantau dan hidup jauh dari orang tuanya, jadi mereka yang menunggu uang cukup terkumpul untuk pulang ke pangkuan yang dicinta. Karena itu juga aku tahu kalau kadang rindu memang diperlukan untuk menangis pilu kala bertemu kembali.

Kini ijinkan aku membicarakan hal aneh berikutnya, opor ayam. Makanan Khas lebaran yang ikut aku lewatkan tahun ini, iya aku tidak menyantap opor ayam di lebaran ini. Aku menemukannya satu minggu setelah lebaran berlalu, dan tetap saja itu bukan opor ayam yang dibuat mamah yang sering kali membuatku ketagihan. Bagaimana bisa aku tahan, saat mamah memberitahuku yang sedang di Depok kalau mamah memasak 4 Kg Ayam untuk opor tahun ini, sungguh aku cemburu dengan orang-orang yang menyantapnya.

Maka dari itu dihari terakhir aku di Depok aku bilang “Mah, Nida pengen opor ya besok hehe.” Satu kalimat yang ternyata terlewat oleh mamah saat membaca pesan WhatsAppku. Menyedihkan memang. Dan hingga kemarin opor itu belum saja terhidang di dapur. Aku berkali bilang “Mah, Nida pengen opor.” Manja memang, tapi kalian mungkin tahu bagaimana rasa masakan yang dibuat mamah, bagaimana nilainya menjadi beda dengan masakan yang sama tapi dibuat oleh tangan orang lain. Iyakan?

Akhirnya sore ini saat aku pulang dari kampus, bau rumahku seketika penuh dengan aroma opor. Kalian tahu seperti hari lebaran adalah besok! Aku senang sekali, bagaimana bisa masakan sederhana membuat kita sebegitu senangnya, apalagi ketika mencicipi kuahnya yang khas yaampuun seperti bukan sedang di dunia aku sungguh senang. Kalau bisa aku mungkin menangis, tapi aku tidak. Dengan ini aku tahu, aku jadi merasakan menjadi mereka yang bilang “Aku homesick nih, kangen rumah banget.” Aku tahu sekarang karena aku merasakannya.

Ah masakan mamah, rasa yang tidak pernah aku temukan penyaingnya.